Posted by : KNPB Konsulat
Thursday, August 7, 2014
Penandatanganan
New York Agreement (Perjanjian New York)[1]
antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa Bangsa, U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB,
Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Beberapa hal pokok dalam
perjanjian serta penyimpangannya (kejanggalan) adalah sebagai berikut:[2]
- New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam prosesnya tidak pernah melibatkan wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat.
- Sejak 1 Mei 1963, bertepatan dengan Unites Nations Temporrary Executive Administratins (UNTEA) atau Pemerintahan Sementara PBB di Papua Barat menyerakan kekuasaanya kepada Indonesia, selanjutnya pemerintah Indonesia mulai menempatkan pasukan militernya dalam jumlah besar di seluruh tanah Papua, akibatnya hak-hak politik dan hak asasi manusia dilanggar secara brutal di luar batas-batas kemanusiaan.
- Pasal XVIII ayat (d) New York Agreement mengatur bahwa “The eligibility of all adults, male and female, not foreign nationals to participate in the act of self determination to be carried out in accordance whit international practice…”. Aturan ini berarti penentuan nasib sendiri harus dilakukan oleh setiap orang dewasa Papua pria dan wanita yang merupakan penduduk Papua pada saat penandatanganan New York Agreement. Namun hal ini tidak dilaksanakan. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan dengan cara lokal Indonesia, yaitu musyawarah oleh 1025 orang dari total 600.000 orang dewasa laki-laki dan perempuan. Sedangkan dari 1025 orang yang dipilih untuk memilih, hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membaca teks yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia. Selain itu masyarakat Papua Barat yang ada di luar negeri, yang pada saat penandatangan New York Agreement tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam penentuan nasib sendiri itu.
- Teror, intimidasi dan pembunuhan dilakukan oleh militer sebelum dan sesaat PEPERA 1969 untuk memenangkan PEPERA 1969 secara sepihak oleh pemerintah dan militer Indonesia. Buktinya adalah Surat Rahasia Komandan Korem 172, Kolonel Blego Soemarto, No.: r-24/1969, yang ditujukan kepada Bupati Merauke selaku anggota Muspida kabupaten Merauke, isi surat tersebut:
- “Apabila pada masa poling tersebut diperlukan adanya penggantian anggota Demus (dewan musyawarah), penggantiannya dilakukan jauh sebelum MUSAYAWARAH PEPERA. Apabila alasan-alasan secara wajar untuk penggantian itu tidak diperoleh, sedang dilain pihak dianggap mutlak bahwa anggota itu perlu diganti karena akan membahayakan kemenangan PEPERA, harus berani mengambil cara yang ‘tidak wajar’ untuk menyingkirkan anggota yang bersangkutan dari persidangan PEPERA sebelum dimulainya sidang DEMUS PEPERA. …Sebagai kesimpulan dari surat saya ini adalah bahwa PEPERA secara mutlak harus kita menangkan, baik secara wajar atau secara ‘tidak’ wajar.”[3]
Mengingat
bahwa wilayah kerja komandan Korem 172 termasuk pula kabupaten-kabupaten lain
di luar kabupaten Merauke, maka patut diduga keras surat rahasia yang isinya
kurang lebih sama juga dikirimkan ke bupati-bupati yang lain.
Pada
tahun 1967 Freeport-McMoRan (sebuah perusahaan Amerika Serikat) menandatangani
Kontrak Kerja dengan pemerintah Indonesia untuk membuka pertambangan tembaga
dan emas di Pegunungan Bintang, Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada
tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada tanggal 30 Desember 1991.
Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya
penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik
Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum PEPERA 1969
dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis, karena Papua
Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.
Penentuan
Pendapat Rakyat tahun 1969 tidak sah karena dilaksanakan dengan sistem
“musyawarah” (sistem lokal Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New
York Agreement, di samping itu PEPERA 1969 dimenangkan oleh Indonesia lewat
terror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan tidak demokratis). Kemenangan PEPERA secara
cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
lewat Resolusi Nomor 2509 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui
Keppres Nomor 7 tahun 1971.
Berikut
ini adalah jadwal pelaksanaan PEPERA, Jumlah wakil/utusan berdasarkan unsur,
dan jumlah wakil/utusan yang memberikan pendapat.
Jadwal Pelaksanaan Pepera
Tanggal
|
Kabupaten
|
Anggota
DEMUS[4]
|
Penduduk
|
14
Juli 1969
|
Merauke
|
175
|
144.171
|
16
Juli 1969
|
Jayawijaya
|
175
|
165.000
|
19
Juli 1969
|
Paniai
|
175
|
156.000
|
23
Juli 1969
|
Fakfak
|
75
|
43.187
|
26
Juli 1969
|
Sorong
|
110
|
75.474
|
29
Juli 1969
|
Manokwari
|
75
|
89.875
|
31
Juli 1969
|
Teluk
Cenderawasih
|
130
|
83.000
|
02
Agustus 1969
|
Jayapura
|
110
|
81.246
|
J
u m l a h
|
1.025
|
809.337
|
Jumlah Wakil/Utusan Berdasarkan Unsur
No
|
Unsur
|
Jumlah
Wakil/Utusan
|
1
|
Kepala
Suku/Adat
|
400
orang
|
2
|
Daerah
(Gereja/Alim Ulama)
|
360
orang
|
3
|
Orpol/Ormas
|
265
orang
|
J
u m l a h
|
1.025
orang
|
Jumlah
Wakil/Utusan yang Memberikan Pendapat
No
|
Kabupaten
|
Memberikan
Pendapat
|
Jumlah
Utusan
|
Sakit
|
1
|
Merauke
|
20
|
175
|
1
|
2
|
Jayawijaya
|
18
|
175
|
1
|
3
|
Paniai
|
28
|
175
|
-
|
4
|
Fakfak
|
17
|
75
|
-
|
5
|
Sorong
|
16
|
110
|
-
|
6
|
Manokwari
|
26
|
75
|
-
|
7
|
Teluk
Cenderawasih
|
24
|
130
|
1
|
8
|
Jayapura
|
26
|
110
|
1
|
J
u m l a h
|
175
|
1.025
|
4
|
Dari
uraian proses pelaksanaan PEPERA diatas, menunjukan bagaimana kepentingan yang
sangat besar oleh Indonesia untuk menduduki/menjajah Tanah Papua. Sehingga,
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) rakyat Papua terus terjadi hingga
saat ini dan kemudian menjadi tradisi bagi Indonesia untuk membungkam suara
kritis rakyat Papua yang menginginkan kemerdekaan.
Sekian!!!
[1]
Perjanjian ini diusulkan oleh Amerika Serikat yang dalam teknisnya disiapkan
oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker. Perjanjian ini
mengatur tatacara penyelesaian sengketa status politik di Papua Barat antara
Belanda dan Indonesia lewat tindakan bebas memilih (Act of Free Chice) yang
akan dilaksanakan tahun 1969.
[2]
Agus A. Alua, Op. Cit., hal. 69-73.
[3]
Ibid.: 72-73.
[4]
DEMUS artinya Dewan Musyawarah, yaitu kumpulan 1025 orang wakil rakyat Papua
Barat yang ditunjuk dan dipaksa oleh pemerintah dan militer Indonesia untuk
memberikan suara dalam PEPERA 1969.
(blog:musafirkebebasa)
For more information about history of West Papua: http://westpapua.webs.com/sejarahpapua.htm