Posted by : KNPB Konsulat
Friday, August 22, 2014
STATEMEN POLITIK
Rakyat
Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang
penjajahan Belanda dan Jepang. Karena
gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, lahir pada awal tahun 1940-an aktif
menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan
gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan
Stefanus Simopiaref dan Angganita Manufandu,
lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di
luar penjajahan asing. Pada
Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag
(Belanda) telah menyefakati
bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan
bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan
ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian.
Rakyat
Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan
berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans
Kaisiepo, bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi
Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan
sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society).
Johan Ariks, tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan
secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder
in Paradise oleh Anti-Slavery Society).
Wilayah Papua
Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua
Barat telah memiliki bendera nasional
Bintang fajar memiliki lagu Kebangsaan Hai
Tanahku Papua sebagai lagu kebangsaan dan nama negara Papua Barat. Simbol-simbol
kenegaraan disiapkan oleh Komite Nasional Papua (KNP) sekarang yang kita kenal hari
ini dengan nama Komite Nasional Papua Barat (KNPB), simbol negara ini ditetapkan oleh New
Guinea Raad /
NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara
demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama
negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua
Barat dan pemerintah Belanda.
Dari
1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di
bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari
tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional
(international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua
Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya
dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling
memiliki hubungan sejarah.
Pepera pada tahun 1969 di
Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa
negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat)
karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah
Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah
Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota
PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk
menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh
melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri.
Masa
depan Bangsa Papua dikorbankan dengan tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai
subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang
mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan
pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state
violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan
untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice
disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera. Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of
Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera
melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih.
Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak
penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan
prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat
akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali
memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu.
Sejak
pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa
yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya
di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah
menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua
Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun
semakin menyadari hal ini. Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai
bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran
tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat
memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu,
penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar
perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme
Indonesia.
Perlawanan
menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2)
adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan
pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah
Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka.
Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua
telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian
politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat
sejarah hitam yang sama dengan
sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan
Rwanda. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire
(professor Brasilia dalam ilmu pendidikan)menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri.
Sejarah Papua
Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak.
Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan
oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang
sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia
bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi
negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan
perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional.
Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai.
Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan
ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan.
Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat.
Berdasarkan
sejarah masa lalu diatas kami Rakyat Papua Barat yang tergabung dalam Komite
Nasional Papua Barat (KNPB) Mendesak :
1. Mendesak
kepda PBB segera meninjau kembali Status Politik Bangsa Papua Barat yang
sepihak melalui Perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 yang mendasari
Act of Free Choice, atau Pepera
1969 yang penuh sacat Hukum dan moral.
2.
Menutut
PBB segera memperbaiki kesalahan masa lalu dan memfasilitasi bangsa Papua Barat
menentukan Nasib sendiri melalui Referendum.
3.
Amerika
serikat, Belanda dan Indonesia serta PBB segera Bertanggung jawab atas nasib
bangsa Papua barat dikorbankan atas kongkalingkong di level internasional
tanpah melibatkan orang Papua Barat pemilik negeri sebagai subyek yang
mengakibatkan Pemusnahan di Papua Barat selama 52 tahun
4.
Indonesia
sebagai Negara anggota PBB segera menerima tuntutan Rakyat Papua Barat secara
jentelmen memberikan ruang Demokrasi Bagi rakyat Papua Barat untuk berexpresi
dan menetukan nasib masa depan bangsa Papua melalui Referendum sebagai solusi
yang demokratis.
5.
Pepera
1969 cacat hukum dan moral oleh sebab itu NKRI hentikan semua kebijakan Politik
kotor di Papua Barat sebelum orang Papua barat menentukan nasib masa depannya
melalui referendum apakah orang Papua tetap ingin hidup bersama NKRI atau
merdeka sendiri.
6.
Kami
Rakyat Papua Barat mendesak unutuk Negara – negara anggota MSG menerima West
Papua sebagai anggota Resmi di MSG dan segera menindak lanjuti Hasil Keputusan
KTT MSG di Noumena kanaki , pada tanggal 18-21 juli tentang Hak Pentuan Nasib Sendiri Bangsa
Papua Barat
7.
Bebaskan Wartawan Asing (Prancis) yang dapat tangkap dari
Polda Papua, Penarikan Militer dari tanah Papua, Hentikan Penangkapan Aktivis
di Seluruh Tanah West Papua, diluar Papua. Dan Kami Orang Papua Yang ada di
Tanah air papua dan Diluar Papua dengan Tegas Tidak Mau Hidup Dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia NKRI (INGIN HIDUP SENDIRI) ‘’- (Self Determination For West
Papua)
Demikian setekmen
Politik Bangsa Papua Atas perhatian tak lupa kami haturkan berlimpa terima
Kasih.
Manado 15 Agustus 2014
PELAKSANA DAN MENGETAHUI PIMPINAN
ORGANISASI:
1. IKATAN MAHASISWA INDONESIA PAPAPU (IMIPA) SULUT
2. ASOSIASI MAHASISWA PEGUNUNGAN TENGAH SE- INDONESIA (AMPTPI) DI SULUT .
3. SAYAP CENDERAWASI (SC) DI SULUT :
4. LIGA MAHASISWA NASIONAL DEMOKRASI (LMND) DI SULUT
5. FORON NASIONAL PAPUA BARAT (FNPB)
5. IKATAN PEREMPUAN PAPUA INDONESIA (IPPI) DI SULUT
6. HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) DI SULUT :
7. PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLITK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI) DI SULUT
8. KEPOLISIHAN DAERAH SULUT
9. DEWAN PERWAKIAN RAKYAT DAERAH (DPRD) SULUT
10. PELAKSANA AKSI DAMAI (SPMMP) MANADO SULUT - 15/08/2014 : Hiskia Meage: Ket KNPB
Konsulat Indonesia Tengah
11. PENANGGUNG JAWAB AKSI DAMAI NASIONAL HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BAGI
BANGSA PAPUA DITANAH PAPUA BARAT:
Foto Aksi Demo Damai 15 Agustus 2014 |